Cita-Cita Ane Gan....

Ane ingin mengalahkan perusahaan yang didirikan oleh Mr. Steve Job dan Perusahaan yang didirikan oleh Mr. Bill Gates.

Ane Bersama K.H Abdul Muntholib dan Seluruh Teman Pilihan Seperjuangan

Kegiatan yang sangat berkesan dalam masa tawadhu'.

Teman Seperjuangan 2007-Sekarang

Persahabatan kita tak akan lenggang oleh waktu brow.....

Seluruh Mahasiswa ESQ Business School Beserta Founder, CEO, dan Dosen

Maaf, foto masih proses request pada pihak berwenang.

Mbak Ollie Halimatussadiah Sebagai Dosen Tamu

Kunjungan Mbak Ollie sangat membangkitkan mood ngoding nih. Terima Kasih banyak ya.....

Tuesday 12 November 2013

Inspirator Ane Gan....

B.J. Habibie Inspirator-ku
   
    Siapa yang tidak kenal dengan ilmuwan pintar, genius, dan spiritualis satu ini. Berbagai ilmu eksakta, sosial, politik, dan aeronik telah dikuasai walaupun secara otodidak maupun akademik.
Masa Kecil
    B.J. Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Masa kecil Pak Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. “Rudy” itulah nama panggilannya ketika itu. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini dikenal sangat cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar.
    Sejak kecil ketika B.J Habibie ketika ditanya oleh orang “Rudy kalau besar ingin jadi apa?” Jawabnya tegas dan pasti bahwa ia mau jadi “insinyur”. Jawaban ini memang sangat mencengangkan, apalagi pada saat itu di Pare-Pare maupun Makassar belum banyak insinyur.

Sebagaimana anak-anak lainnya, beliau juga mengaji bersama teman-temannya pada seorang guru yang bernama Hasan Alamudi. Seperti teman-temannya ia pun melaksanakan kewajiban sehari-hari terhadap guru seperti halnya mengambill air dari sumur untuk mengisi genong air minum atau bak cuci kaki, karena rumah gurunya rumah panggung. Ia pun biasa menyaksikan teman-teman sepengajiannya dihukum oleh Pak Guru karena nakal. Selama mengaji B.J.Habibie termasuk anak yang paling rajin dan cepat menghafal bacaannya, karena itu ia berhasil khatam beberapa kali.
    Pada masa kecil, B.J.Habibie agak tertutup, tetapi ia sangat tegas berpegang pada prinsipnya. Jika misalnya timbul perslisihan dengan adik-adiknya dan B.J.Habibie disalahkan maka ia tidak begitu gampang menerimanya ia akan protes dan berteriak bahwa ia tidak bersalah dan ia tidak mau disalahkan karena ia merasa benar. Tetapi jika ia bersalah dan dimarahi maka iaakan diam dan ia tidak melakukan protes sedikitpun


Sekolah di Bandung
Namun ia harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung saat ia sedang shalat Isya. Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah dan kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie. Sepeninggal ayahnya, ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie, karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok favorit di sekolahnya.
B.J. Habibie juga dikenal sangat ramah baik di dalam maupun di luar sekolah. Ia senang bershabat dengan siapa saja penuh kegembiraan dan sering berkelakar (perkataan yg bersifat lucu untuk membuat orang tertawa). Murid-murid yang lain selalu merasa gembira kalau tiba-tiba B.J. Habibie muncul di antara mereka.
Jauh dari kehidupananaknya yang tekun belajar dan penuh kegembiraan di Bandung, Ny.R.A. Tuti Marini tidak merasa tenang di Ujungpandang. Karena itu, ia memutuskan untuk sekeluarga segera menyusul ke Bandung. Rumah di Ujungpandang terpaksa dijual, termasuk kendaraan. Sebagai gantinya Ny. Tuti Marini membeli dua buah rumah di Bandung dengan sebuah mobil. Satu rumah dijadikan tempat tinggal, sementara satunya lagi dijadikan tempat kost anak laki-laki.
Selama jadi mahasiswa di ITB B.J.Habibie memang banyak tertarik pada bidan pesawat terbang. Salah satu hobinya yang tidak dapat berkembang adalah kegemaran dan perhatiannya terhadap Aeromodeling. Ia mempunyai model pesawat terbang yang ia buat sendiri dan selalu diperagakan, tetapi model tersebut tak pernah sempat disempurnakan.
   
Menjadi Mahasiswa Di Aachen
Pada tahun lima puluhan, belajar di luar negeri masih merupakan hal yang langka, baik dengan beasiswa apalagi dengan biaya sendiri. Tetapi Ny.R.A.Tuti Marini sudah bertekad agar anak-anaknya dapat melanjutkan pendidikan semaksimal kemampuannya, termasuk ke luar negeri.
B.J.Habibie mendengar sendiri di malam ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung 8 bulan berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Abdul Jalil suaminya, bahwa cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskannya. itulah sebabnya B.J.Habibie tidak heran ketika ibunya mengajaknya berunding pada suatu kesempatan makan malam. “Kamu sudah saya dapatkan besiswa untuk ke luar negeri. Sudah ada izi dari P dan K,” katanya.
Usaha untuk mengirim B.J.Habibie belajar di luar negeri akhirnya terwujud ketika pada suatu hari B.J.Habibie berangkat menuju Jerman Barat. Ny.R.A. Tuti Marina merasa lega, tapi terbayang tantangan baru.bagaiman mencari biaya hidup anaknya itu selama di rantau. Bagi B.J.Habibie, terbayang akan betapa sepinya di rantau orang. Tetapi ia juga harus sukses. Ia teringat jerih payah ibunya yang akan membiayai kuliah dan hidupnya sehari-hari. Ia sadar dan harus prihatin. Ada sesuatu yang harus dijunjungnya. Bagi Ny.R.A.Tuti Mariniia harus melaksanakan sasaran perjuangannya sebagai seorang ibu dengan segala daya dan upayanya. Untuk lebih menopang penghasilan, Ny.R.A.Tuti Marini mendirikan perusahaan yang diberi nam Srikandi NV, bergerak dalam bidang ekspor-impor. Di tahun yang penuh tantangan itu Ny.R.A. Tuti marini dengan gesitnya manjalankan sendiri usahanya melalui relasi-relasi. Tanpa kenal lelah ia kadang menyetir sendiri mobilnya dari Bandung ke Yogyakarta atau dari Bandung ke Jakarta pulang pergi. Hasilnya ta sia-sia, dalam waktu singkat bisa terbeli beberapa buah rumah dilokasi Jl.Imam Bonjol Bandung.
Tahun 1955 di Aachen, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di sana mendapat beasiswa atau berikatan dinas penuh. Hanya B.J.Habibie satu-satunya yang mendapat tunjangan uang dari orang tua.
Pada musim liburan, B.J.Habibie tetap mengikuti ujian atau mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan sampingan dilepaskannya, sedangkan kawan-kawannya yang lain tidak. Mereka tetap asyik mencari uang dan ujian mereka ditunda-tunda. Ini mungkin karena tidak ada batas waktu bagi beasiswa mereka. Bagi B.J.Habibie ujian adalah kesempatan sehingga kapan pun ia berusaha lulus. Ia berusaha selalu rasional, dan tidak ada perasaan aneh-aneh terhadap kawan-kawannya yang lain. Apabila dalam ujian ia memperoleh angka 10 , disyukurinya. Apabila tidak, juda tidak apa-apa. Dengan cara demikian, 4 tahun kemudian dalam umur 22 tahun, ia sudah berada pada tingkat akhir, sebagai calon insinyur.


Terlentang Di Kamar Mayat
    Sementara Seminar Pembangunan PPMI (Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang diketuai oleh B.J.Habibie sedang berlangsung. Beliau sedang mendekam dalam kamar sebuah klinik di Universitas Bonn. Ia mendapat serangan penyakit semacam influenza yang virusnya masuk ke jantung.
    Pada suatu hari sekitar jam 14:00 Kengkei (Laheru) membawa sebuah telegram ke Klubraum yang mengagetkan rekan-rekannya. Telegram itu ternyata dari dokter di rumah sakit yang meminta agar ada teman yang datang ke rumah sakit karena B.J.Habibie dalam keadaan kritis. Setelah itu dikirimlah sebuah delegasi berangkat ke rumah sakit.
    Waktu itu hampir tidak ada harapan bagi B.J.Habibie untuk hidup. Bahkan, ia sudah dimasukkan ke dalam kamar mayat dan didampingi oleh seorang rohaniawan yang khusu datang untuk membacakan do’a sebagaimana untuk orang yang sekarat.
Namun, Alhamdulillah berkat semangatnya yang kuat ia dapat berangsur pulih dan dalam perenungan itu ia menciptakan sebuah sajak :


Sumpahku
Terlentang!
Djatuh! Perih! Kesal!
Ibu Pertiwi
Engkau pegangan
Dalam perjalanan
Djandji Pusaka dan Sakti
Tanah Tumpah darahku makmur dan sutji
.....
Hantjur badan!
Tetap berdjalan!
Jiwa besar dan sutji
Membawa aku............. PADAMU!




Cerita ini saya rangkum dari buku “The True Life of HABIBIE” karya A.Makmur Makka. Saya tidak ingin mebeberkan kesuksesan beliau, namun saya ingin memaparkan apa pengorbanan dan perjuangan Pak B.J.Habibie hingga dapat sesukses seperti yang dapat kita lihat bersama saat ini.
Sesunnguhnya kisah perjuangan Pak B.J.Habibie masih panjang, namun waktu sudah tidak mencukupi lagi. Lain waktu kita sambung lagi ya.


Mohon Do’a Restu

0 comments:

Post a Comment

Tolong diisi se-objektif mungkin ya....
Terima kasih...